Metode valuasi ekonomi untuk kualitas lingkungan dapat dibagi ke dalam dua kelompok menurut sumber data atau informasinya, yaitu pendekatan preferensi tersirat (revealed preference, RP) dan pendekatan preferensi tersurat (stated preference, SP) seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Metode Valuasi Lingkungan
Pendekatan pertama (RP) ditandai oleh observasi atas pilihan aktual individual. Informasi itu lalu digunakan untuk menganalisis hubungan antara barang lingkungan dan nilai uang. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah metode biaya perjalanan (travel cost method), model biaya penghindaran risiko (averting cost model), dan pendekatan hedonik (hedonic approach). Metode biaya perjalanan mendasarkan penilaian suatu objek lingkungan, misalnya situs rekreasi atau purbakala, pada biaya yang dikeluarkan pengunjung untuk sampai ke lokasi tersebut. Biaya ini termasuk opportunity cost (biaya kesempatan) dari waktu yang dipakai mengunjungi dan berada di lokasi. Idenya adalah, nilai sebuah tempat rekreasi tercemin dari berapa banyak uang dan waktu yang bersedia dibayarkan dan dikorbankan untuk mendapatkannya.
Model penghindaran risiko menghitung nilai dari penyelamatan atau peningkatan kualitas lingkungan dengan cara menganalisis pengeluaran-pengeluaran yang perlu dilakukan untuk menghindari kontak pada, kontaminasi dari bahaya lingkungan. Pendekatan hedonik menggunakan teknik statistik untuk mengukur bagaimana perubahan kualitas lingkungan mempengaruhi pasar barang dan jasa komplemennya, misalnya pasar properti atau pasar kerja.
Metode valuasi berbasis data SP melibatkan kegiatan menanyakan langsung kepada individu berapa penilaian yang ia berikan kepada barang dan jasa ketimbang melakukan observasi atas transaksi ekonomi aktualnya. Misalnya, individu tersebut ditanyai berapa yang bersedia ia bayar untuk menikmati penurunan jumlah polusi ke level tertentu. Pendekatan valuasi bersyarat/kontinjen (contingent valuation approach) meminta responden untuk langsung memberikan nilai atau menyebutkan kesediaan bayar maksimum mereka. Analisis konjoin (conjoint analysis), sebaliknya, meminta responden menentukan pilihan antara beberapa opsi barang dengan karakteristik atau atribut berbeda. Termasuk dalam karakteristik ini adalah harga barang itu sendiri serta kualitas lingkungan. Pilihan responden akan memberikan informasi trade-off antara harga dan kualitas lingkungan tersebut.
Saat ini kebanyakan valuasi ekonomi lingkungan menggunakan teknik hedonik atau pendekatan kontinjen. Awalnya sebagia besar ekonom lebih percaya pada pendekatan hedonik yang didasarkan kepada observasi ketimbang pertanyaan survei kepada responden. Alasannya adalah, ekonom cenderung lebih percaya kepada “apa yang ia lihat ketimbang apa yang ia dengar”. Dalam banyak hal, prinsip ini benar. Sayangnya, ia tak selamanya bisa diimplementasikan.
Tahun 1989 kapal tanker Exxon Valdez menumpahkan minyak dalam jumlah yang luar biasa besar di lepas pantai Prince William Sound, Alaska. Negara bagian Alaska di Amerika Serikat hendak memutuskan berapa hukuman yang tepat bagi Exxon. Untuk itu dibutuhkan estimasi berapa nilai ekonomi yang telah dirusak dan berapa potensi ekonomi yang tak mungkin diperoleh lagi karena bencana itu. Sayangnya, pendekatan hedonik berbasis data observasi tidak banyak membantu. Karena sebelumnya tidak banyak kecelakaan separah itu, maka tentu saja seri data historisnya tidak cukup untuk perlakuan ekonometrik, dengan demikian pendekatan RP tidak dimungkinkan.
Maka sekelompok ilmuwan menawarkan penggunaan metode kontinjen, yang sebenarnya sudah diperkenalkan sejak tahun 1947 namun belum banyak diterapkan terutama untuk kasus dengan dimensi kualitatif yang besar, seperti kasus Exxon Valdez. Sejak itu, penerapan metode kontinjen merebak cepat sekali. Namun karena cenderung baru, wajar saja sebagian ekonom masih mempertanyakan keabsahan inferensi nilai lingkungan yang didasarkan kepada data SP. Maka literatur valuasi ekonomi untuk lingkungan mulai diwarnai oleh perdebatan antara ‘kubu SP’ dan ‘kubu RP’. Pertentangan ini sedikit mereda setelah panel ekonom yang dibentuk oleh NOAA (United States National Oceanic and Atmospheric Administration), dan diketuai dua pemenang Nobel ekonomi, Kenneth Arrow dan Robert Solow, memutuskan bahwa metode kontinjen dapat digunakan sebagai alat mengestimasi nilai ekonomi dari lingkungan, dengan berbagai penyempurnaan serta catatan.
Literatur kemudian mencatat, alih-alih mempertentangkan kedua pendekatan ini, mulai bermunculan studi yang justru menggabungkannya. Dimulailah babak baru dalam teori dan aplikasi valuasi ekonomi di mana pendekatan SP digunakan bersama-sama dengan pendekatan RP (Cameron 1992, Adamowicz et al. 1994, 1997).
Salah satu bentuk hibrida ini adalah metode konjoin (walaupun ia adalah kombinasi SP dan RP, dalam literatur ia seringkali digolongkan ke dalam pendekatan SP, seperti dalam gambar di atas). Di lain pihak, jika data historis berbasis observasi masih tesedia, pilihan awal biasanya jatuh ke pendekatan hedonik yang memang lebih superior ketimbang pendekatan biaya perjalanan atau biaya penghindaran risiko. Karena itu, dalam bagian selanjutnya, tulisan ini berfokus kepada kedua pendekatan tersebut: hedonik dan konjoin.
Disarikan pada buku: Pembangunan Berkelanjutan: Peran dan Kontribusi Emil Salim, Hal: 34-37.